Bismillah.
Puasa adalah ibadah yang memiliki batasan; kapan dimulai dan kapan diakhiri. Ia dimulai ketika terbit fajar yaitu pada saat masuk waktu subuh dan diakhiri dengan terbenamnya matahari di ufuk barat. Oleh sebab itu sangat dianjurkan mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Bilal biasa mengumandangkan adzan pada waktu malam -sebelum subuh, pent- maka makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan -yaitu ketika sudah masuk waktu subuh, pent.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makanlah sahur. Sesungguhnya di dalam santap sahur terkandung keberkahan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan dianjurkan untuk mengakhirkan santap sahur mendekati waktu adzan subuh. Karena sesungguhnya kata sahar -waktu makan sahur- itu dalam bahasa arab bermakna akhir waktu malam; yaitu menjelang subuh.
Makan sahur mengandung keberkahan dari banyak sisi. Diantaranya adalah karena dengan makan sahur akan membantu dalam ketaatan, memperkuat tubuh, mengamalkan sunnah, dan menyelisihi kebiasaan ahli kitab; Yahudi dan Nasrani. Termasuk keberkahan makan sahur itu adalah bangun di akhir malam sehingga bisa berdzikir, berdoa, dan menunaikan sholat, terlebih lagi waktu akhir malam adalah termasuk waktu dikabulkannya doa.
Dari Amr bin al-‘Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pemisah antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, dia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahur itu penuh dengan keberkahan. Oleh sebab itu janganlah kalian tinggalkan. Walapun salah seorang dari kalian hanya meminum seteguk air. Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla dan para malaikat-Nya bersalawat kepada orang-orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad, dinyatakan hasan li ghairihi oleh al-Albani)
Salah satu kekeliruan sebagian orang di masa kini adalah mereka begadang sepanjang malam lalu ketika hendak tidur mereka pun makan sahur. Sehingga mereka pun tidur dan meninggalkan sholat subuh pada waktunya. Mereka telah berpuasa sebelum tiba waktunya dan mereka juga meninggalkan sholat subuh. Mereka tidak peduli dengan perintah-perintah Allah. Mereka tidak punya kepedulian terhadap agama, sholat dan puasanya. Sesungguhnya yang mereka pikirkan hanyalah memenuhi kepentingan hawa nafsunya. Nas’alullahal ‘afiyah.
Menyegerakan Berbuka Ketika Sudah Tiba Waktunya
Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila malam telah datang dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sana dan matahari sudah terbenam maka telah tiba waktu buka puasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umat manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan dalam berbuka puasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menyegerakan berbuka adalah perkara yang dituntunkan (sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dan melakukan amal yang dituntunkan adalah kebaikan. Sementara menunda buka puasa adalah menyimpang dari tuntunan, dan menyimpang dari tuntunan adalah keburukan.
Dalam riwayat lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku senantiasa berada di atas sunnah/ajaranku selama mereka tidak menunggu waktu buka puasa sampai munculnya bintang-bintang (waktu malam sudah gelap, pent).” (HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Agama ini senantiasa akan tampak/berjaya selama manusia (umat Islam) menyegerakan berbuka puasa. Karena sesungguhnya Yahudi dan Nasrani suka mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)
Menyegerakan berbuka menunjukkan sikap ketundukan dan kepatuhan kepada ajaran sementara menunda-nunda buka puasa menunjukkan sikap berlebihan/ghuluw sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani dan sebagian sekte yang menyimpang.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya kami segenap para nabi diperintahkan untuk menyegerakan buka puasa, mengakhirkan makan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri -yaitu ketika sedang sholat, pent-.” (HR. Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Tidak boleh melakukan wishol -menyambung puasa sehari atau dua hari berikutnya tanpa berbuka- meskipun demikian apabila ada yang hendak melakukan wishol sampai waktu sahur -artinya dia tunda buka puasanya hingga sahur- maka tidak mengapa. Akan tetapi yang lebih utama adalah berbuka puasa di awal malam yaitu ketika sudah masuk waktu maghrib.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melakukan wishol. Barangsiapa diantara kalian yang ingin melakukan wishol hendaklah dia wishol sampai waktu sahur.” (HR. Bukhari)
Inilah salah satu rahasia mengapa para sahabat menjadi generasi terbaik umat ini. Mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam berbuka dan mengakhirkan makan sahurnya menjelang waktu subuh tiba. Amr bin Maimun al-Audi rahimahullah berkata, “Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam orang-orang yang paling besegera ketika berbuka dan paling lambat ketika makan sahur.” (HR. Abdurrazzaq dan disahihkan sanadnya oleh Ibnu Hajar)
Salah satu kiat untuk bisa menyegerakan berbuka adalah mengisi waktu sore dengan membaca al-Qur’an, berdzikir/menghadiri majelis ilmu, atau berdoa. Janganlah keluar rumah kecuali untuk keperluan yang memang harus dilakukan. Karena bisa jadi ketika berada di tengah jalan waktu buka puasa sudah tiba sehingga kita kehilangan kesempatan untuk menyegerakan berbuka.
Referensi :
– al-Jami’ baina ash-Shahihain karya Syaikh Shalih Ahmad as-Syami
– Syarh Umdatul Ahkam karya Syaikh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri
– Syarh Bulughul Maram karya Syaikh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri
– ash-Shiyam fil Islam karya Syaikh Sa’id bin Ali al-Qahthani
– It-haf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan karya Syaikh Shalih al-Fauzan
– Tas-hil al-Ilmam Syarh Bulughul Maram karya Syaik Shalih al-Fauzan
– Durus fi Ramadhan karya Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi
– Minhatul ‘Allam fi Syarh Bulughil Maram karya Syaikh Abdullah al-Fauzan
—